23 July 2014

Cut Off

Why God?
Why do You always tie it up when I'm about to cut it off?
Or is it just me...?
I'm tired.

Sampai kapan kau terus bertahan
Sampai kapan kau tetap tenggelam
Sampai kapan kau mesti terlepas
Buka mata dan hatimu 
Relakan semua
- Semua Tak Sama, Padi 

8 July 2014

A First-Time Voter Speaks




Beberapa waktu terakhir ini suasana di Indonesia begitu ramai. Ya, ramai menyambut pesta demokrasi Indonesia yang akan terjadi pada 9 Juli 2014 besok. Seru sih, menurut gue, pilpres tahun ini. Seru banget malah. Suasananya tuh dapet banget, gitu. Kaya lagi dukung tim sepak bola.

Kandidat yang dimunculkan dalam pilpres kali ini berperan besar dalam meningkatkan euforia pilpres 2014. Dua-duanya punya sesuatu yang memiliki daya tarik tersendiri sehingga membuat rakyat Indonesia tertarik ke dalam dua kutub berbeda. Dua kandidat ini punya style dan charm yang berbeda yang dapat menyihir rakyat. Prabowo dengan gayanya yang keras, dan Jokowi dengan gayanya yang lemah lembut.

Sedikit curhat, gue ini sebenernya orang yang nggak begitu peduli politik. Gue suka ngikutin berita-berita tentang politik, tapi untuk cuma sekedar tahu doang. Basically, gue suka baca berita dan cari-cari tahu tentang knowledge umum. Beberapa ada yang menarik, tapi beberapa juga ada yang tidak menarik sama sekali. Dan buat gue, dulu, pemilu itu nggak menarik. Gue bukan termasuk orang yang golput. Gue yakin suara gue berperan penting di sini. Pemilu buat gue nggak menarik karena siapapun yang kepilih, nggak ada ngaruhnya buat gue.

Awalnya gue cukup apatis dengan keberlangsungan pilpres 2014. Lagian gue nggak suka calon presidennya. Both Prabowo and Jokowi. Gue nggak suka gaya otoriter Prabowo dan gue nggak yakin sama Jokowi. Gue memilih untuk tidak terlalu peduli dan memihak. Gue entar ngikutin aja disuruhnya pilih siapa.

But then, waktu gue liat anak muda bergerak bersama jadi relawannya Jokowi, gue mulai tersentuh sama pasangan nomor urut 2 ini. Gue terkena sihir #salam2jari. Anak-anak muda yang dipenuhi energi jiwa muda yang bergelora itu ternyata ramai-ramai berdiri di belakang Jokowi. Mereka bersatu untuk menggerakkan semangat revolusi mental yang digagas oleh Jokowi. Gue, sebagai anak muda, merasa tergerak untuk ikut menjadi bagian dari gerakan ini.

Anak-anak muda ini kreatif banget, man. Gue suka banget ngeliat cara para relawan atau timsesnya mengkampanyekan kandidat nomor 2. Mulai dari yang "I stand on the right side", 60DetikBuatKamuYangMasihBingung, lagu Salam 2 Jari, Konser Dua Jari, dan sebagainya. Gue sempet lihat videonya Sacha Stevenson (she is Jokowi's supporter) yang menggambarkan gaya dua kandidat dalam memimpin. Dari situ gue bisa mendapat gambarannya, dan gue lebih memilih untuk dipimpin seorang Jokowi. Kemudian gue meluangkan 60 detik gue berkali-kali untuk menonton 60DetikBuatKamuYangMasihBingung di YouTube. Di sini kita bisa lihat testimoni beberapa tokoh muda yang mendukung Jokowi. Mereka bicara dengan smart tanpa membara. Karena terpikat, gue pun akhirnya memutuskan untuk memilih nomor 2.

Tapi, gue sadar ternyata selama ini gue biased. Ketika lo sudah bias dengan seseorang atau sesuatu, lo akan menganggapnya selalu benar. Apa yang dikatakannya selalu indah, apa yang dilakukannya selalu wajar. Dan begitulah gue selama ini memandang Jokowi. Gue sendiri semenjak Jokowi jadi Gubernur DKI Jakarta sudah kagum dengan karakternya dan kinerjanya. Tapi pas dia nyalonin jadi presiden, gue meragukan. Namun keraguan itu perlahan pudar ketika gue menyaksikan relawannya. Bukan Jokowinya sendiri, to be noted.

This morning I happened to read this. Dan setelah gue baca, "Wow, this pilpres is actually interesting". Ini fakta yang benar-benar menarik. Gue langsung googling Allan Nairn, berita-berita Jokowi di Majalah TIME, dan beberapa hal yang disebutkan di artikel tersebut. Awalnya gue pikir artikel ini mungkin sebagian dari black campaign. Tapi setelah gue googling sana-sini, kok ada benernya juga, ya. Karena gue kebanyakan nonton film action Hollywood, gue pun mulai berpikir layaknya sebuah film action di sono. What if kenyataannya Jokowi disetir oleh orang asing? What if selama ini Prabowo mengalami pembunuhan karakter, seakan-akan he is the antagonist here? What if who we thought the protagonist is actually the antagonist? What if kita diakal-akalin biar seakan-akan kita memilih 'yang baik', padahal yang baik belum tentu benar?

Gue baru tahu Allan Nairn setelah baca artikel yang gue sebutin di atas. Saat lagi cari tahu tentang Allan Nairn, gue baca wawancara Tempo dengan Allan Nairn. Di situ Nairn menyebutkan bahwa Prabowo sebenarnya adalah orang yang mewakili kepentingan Amerika. Prabowo dekat dengan Amerika, dan itu adalah kabar buruk bagi kita. "Amerika telah melakukan berbagai kerusakan di Indonesia", kata Nairn. Allan Nairn juga bilang, waktu Prabowo sedang diwawancara tahun 2001, Prabowo mengatakan kepada Nairn bahwa, "I was the American fair-haired boy".

Lho? Membingungkan ya buat kita, masyarakat awam. How come? Padahal Prabowo di sini teriak-teriak bahwa kita harus melawan pihak asing yang mencoba mengintervensi. Kemudian tiba-tiba sesuatu yang nyeleneh terlintas di pikiran gue. Hmmmm, I start to think that Prabowo might be the Severus Snape of Indonesia? Hahahaha pardon me.

Pernah nonton Harry Potter? Di Harry Potter ada penyihir jahat namanya Voldemort dan penyihir baik pembela kebenaran namanya Dumbledore. Voldemort punya orang kepercayaan yang namanya Severus Snape. Tapi anehnya, Dumbledore menjadikan Snape sebagai orang kepercayaannya juga. Orang-orang di dunia sihir nggak percaya sama Snape. Gimana orang mau percaya, kalau Snape sendiri orangnya terlihat dingin, keras, tatapannya tajam, pokoknya terlihat seperti penyihir jahat. Dumbledore menjadikannya sebagai mata-mata Voldemort. Begitupun Voldemort, menjadikan Snape sebagai mata-mata Dumbledore. Jadi yang bener yang mana? Dia mihak Voldemort atau Dumbledore? Pembaca pun dibuat bingung karena dia benar-benar terlihat meyakinkan ketika berada di dua pihak.

Di akhir cerita, diungkapkan bahwa Severus Snape ternyata adalah orang baik yang memihak Dumbledore. Di depan Voldemort dia cuma pura-pura jahat supaya bisa memata-matai Voldie. Ternyata selama ini dia telah melakukan berbagai kebaikan yang tidak bisa dilihat orang banyak. Bahkan dia diam-diam mempertaruhkan nyawanya demi Dumbledore dan Harry Potter.

Hahahaha ya begitulah pikiran nyeleneh gue. Kalau buat lo ini nggak make sense, hahaha just ignore this.

Balik lagi ke masalah Pilpres 2014. Kalau gue melihat Allan Nairn sih ya, menurut gue orang ini meragukan. Lagi-lagi pikiran nyeleneh gue mengatakan bahwa Allan Nairn itu sendiri yang dikatakan sebagai intervensi asing. Sikap dia yang memusuhi negaranya sendiri merupakan sebuah bentuk kamuflase. Who knows, kali aja dia bukan seorang jurnalis biasa, melainkan agen intervensi.

Ah, ini cuma pikiran nyeleneh seorang first-time voter yang awam. Ibarat piramida nih, kasta gue masih paling bawah. Nggak ngerti apa yang terjadi di atas, cuma bisa kira-kira. Tapi apapun yang terjadi di kalangan atas piramida ini, gue berharap semoga semua berjalan baik-baik saja. Semoga kita-kita yang di bawah ini nggak bego-bego amat untuk membaca situasi dan menerima informasi.

Gue nggak peduli siapa yang kepilih. Nggak peduli bukan karena apatis, tapi nggak peduli karena gue yakin siapapun itu yang kepilih, dia pasti yang terbaik. Hal sekecil daun jatuh saja diatur sama Tuhan, apalagi hal besar semacam pemilihan presiden ini. Gue hanya berharap semoga melalui presiden yang terpilih nanti, Indonesia dapat menjadi negara yang lebih baik.

Terserah pendapat gue di entry ini mau diambil serius atau cuma intermezzo doang. Di sini pun gue berbicara apa adanya, bukan berniat untuk persuade kalian memilih ke salah satu pihak. I just want to share my thoughts on Pilpres 2014. Setelah berminggu-minggu terakhir ini memihak, akhirnya hari ini gue kembali menjadi swing-voter untuk waktu yang sebentar hahaha maunya apa. Yang jelas, gue nggak akan golput. Buat yang baca ini, jangan golput, ya! Gunakan hak suara kita dengan baik. Perubahan itu kan dimulainya dari diri sendiri. Kalau menginginkan perubahan, mari kita mulai dari diri sendiri. Let's vote! YOU DECIDE!

6 July 2014

Caveman Dea is A Caveman

Pengen curhat deh.

Gue tuh punya seasonal bad habit yang dari dulu nggak pernah berubah --temen-temen deket gue, terutama anak kotang, si Zahra, Nydia, dan Cantik udah hafal luar kepala--.

And what kind of seasonal bad habit is it? It's being a caveman. Dalam artian, gue terputus dari dunia luar selama liburan, like a cavemana. Atau lebih jelasnya lagi, males ngecharge gadget atau mengaktifkan paket internet saat dalam masa liburan, hingga mengakibatkan gue terputus dari dunia luar seakan-akan gue sedang berada di dalam gua antah berantah. That kind of habit, I can say.

A bad habit will be just bad kalau ngerugiin diri sendiri. But it will be very bad kalau ngerugiin orang lain juga. And this 'caveman-ing' habit, is very bad. Terbukti dari beberapa teman-teman gue yang harus dibuat kesal minta ampun gara-gara seorang Azadya yang susah sekali dihubungi setiap liburan tiba. Caveman Azadya is a caveman.

Gue udah berkali-kali dimarahin orang banyak gara-gara nggak bisa dihubungin tiap liburan. Tapi gue nggak pernah kapok. Kalo ditanya kenapa gue bisa males ngecharge gadget di saat orang-orang justru nggak bisa lepas dari gadget, well, I don't really have a specific reason. It's just me being lazy. Tipe males orang berbeda-beda kan? I guess this is my type of laziness.

Eh, tapi kalo sedang dalam masa-masa sibuk, seperti masa perkuliahan misalnya, gue rajin ngecharge hape dan tablet. So don't be worried that I will be hard to reach on busy days.

Kemudian muncul pertanyaan, emangnya kenapa kalo lagi liburan? Is it that hard to plug the charger in? No, it's actually not. Gimana ya, susah juga jawabnya. Namanya males, ya.... Males. Hahahahaha ngeselin nggak? I just really have to apologize for this unacceptable bad habit no matter why.

Begini lho, kalau lagi liburan tuh gue lebih sering di rumah. Kegiatan gue terfokus pada kegiatan di rumah. Semacam ngebo di rumah gitu deh. Nonton drama Korea, nonton film Hollywood, baca novel, surfing what interest me, ngobrol sama orang rumah, main sama keponakan gue, dan ya, pokoknya heboh dengan aktivitas yang ada di dalam rumah. I focus on what I do right in front of my face. Karena gue bukan fokus pada dunia luar, maka gadget pun gue biarkan mati kelaparan karena kehabisan baterai. Gue pun akan membiarkannya mati sampai ada trigger yang menggerakkan gue untuk mengisi kelaparannya. And what kind of trigger it has to be? My parents.

Kalau orang tua gue udah mulai nelfonin mbak ART di rumah, there's something wrong with my handphone and tablet. Means, they can't reach me through my numbers. If that so, they will get angry and warn me to recharge my handphone and tablet. That is exactly the moment I will recharge them.

Well, tapi kadang triggernya nggak cuma itu doang. Kadang gue sadar diri, like "Anjrit, udah berapa hari nih gue nggak buka Line atau Whatsapp (kalau zaman dulu BBM)", kemudian ngecharge. Pas dibuka... Yaaa, ada aja gitu ternyata yang nyariin gue wakakakak (((udah optimis nggak ada yang nyariin padahal))). Alhamdulillah yah.

Basically, sebenernya masalahnya bukan pada males ngecharge-nya. The problem is, I stay away from gadgets during holiday. Social media sometimes makes me sick. Jadi kalaupun handphone dan tablet gue udah keisi penuh, tetep aja ada yang marah-marah gara-gara gue susah dihubungin. Yea, it's because I stay away from the gadgets itself.

But, really, social media sometimes makes me sick. It makes you focus on people's life, rather than yours. It makes us live in the world that we make in our social media, not the real one. By using social media, we can manipulate the 'we' that we want. Dunia maya hanyalah sebuah kenyataan yang maya. That's what I don't like from socmeds, although it's fun sometimes.

There's a saying, "We're living in an era where capturing moments using our gadgets is more important than actually living these moments with whoever is beside us". Couldn't agree more. That's why gadget sometimes sucks. The social media, exactly.

Hidup tanpa socmed tuh sebenernya jauh lebih enak. Gue kadang rindu masa-masa gue SD, ketika kita cuma bisa terhubung lewat telpon rumah. The real connection between family and friends lebih terasa. Kalau sekarang, karena udah ada Instagram atau Path, kita secara nggak sadar jadi ngurangin pentingnya bercengkerama secara langsung. The socmeds somehow bikin kita terkoneksi dengan orang-orang di sekeliling kita, tapi nggak sesungguhnya terkoneksi. Yes, we know dia lagi sakit dari fotonya di Path. Tapi apa yang didapat? Hanya emot sedih di fotonya atau GWS (oh hell, this magical three words of this era) di comment-nya. Instead of dijenguk langsung atau diucapin cepat sembuh yang bener-bener ngena by call or chat message.

Tapi terlepas dari alasan di atas, sebagai bagian dari orang yang tumbuh dengan perkembangan teknologi, tidak dibenarkan bagi gue untuk menjauh dari alat komunikasi. ((Lagian sebenernya gue nggak bisa juga sih kelamaan jauh-jauh dari gadget)). Yang bener tuh ngurangin bad effect alias disadvantages-nya, bukan malah menjauh dari sumbernya.

Berawal dari blog entry ini, saya, Azadya Prikhaerannisa bertekad bulat untuk mengurangi kebiasaan buruk saya setiap lagi liburan*.

*Terms and conditions apply. Wkwkwkwkwkwkwkwk.

Di sini, gue ingin mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya atas kebiasaan buruk gue kepada teman-teman yang pernah merasa dirugikan. Gue tidak berjanji tidak akan mengulanginya lagi dalam waktu dekat. Tapi gue akan berusaha.

Anyways, lo pernah ngerasa nggak sih, kalau liburan bikin lo males ngapa-ngapain? Atau cuma gue doang wkwkwk? Kaya kerjaan lo literally tidur, makan, nonton sesuatu. Semacam pelampiasan atas hari-hari sibuk lo, di mana lo kekurangan tidur dan kekurangan hiburan. Gue doang ya? Wkwkwkwkwkwk.

Sebenernya bad habit caveman-ing ini pernah berubah. Gue ralat perkataan gue di atas yang bilang kalau bad habit ini nggak pernah berubah. Once in a while, it changed. A friend of mine once said, "Ada untungnya juga ya lo punya cowok, De. Gampang banget dihubungin", I think that explains everything hahahahahahahaha. But then when I am single, that caveman-ing habit is back. That perks of being taken, #sigh.

Once again... For those who feel aggrieved for my 'caveman-ing' habit, here I sincerely apologize. I will try as hard as I can to throw this bad habit away. Please support me.

Sincerely yours,

Dea.