18 April 2014

Dear Jakartans

Gila, kasus di Jakarta makin aneh-aneh aja, ya. Dimulai dari kasus pembunuhan duo partner in crime (literally) PsycoPath yang masih amat muda itu. Kemudian kasus pelecehan seksual yang menimpa seorang bocah umur lima tahun di sekolahnya, sekolah bertaraf internasional yang nggak sembarangan orang bisa sekolah di situ. Dan yang terbaru, kasus Dinda yang heboh di sosial media.gara-gara omelannya terhadap ibu hamil yang meminta tempat duduk kepadanya di Commuter Line.

Jakartans are getting nuts.

Di sini, gue sebagai pengguna setia angkutan umum, ingin turut berkomentar dalam kasus Dinda. Sebenernya gue juga ingin berkomentar mengenai kasus pelecehan seksual, tetapi yang keluar nanti hanya segala macam f-words dan kebun binatang. Jijik banget gue liat muka pelakunya. What are they thinking? What's in their heads? Ugh, cukup. Nanti semua f-words dan kebun binatang beneran keluar semua.

Nah, ini dia status Path seorang Dinda yang menghebohkan dunia sosial media.



Dinda akhirnya meminta maaf atas komen pedasnya di Path.
Btw, jahat juga ya temennya Dinda yang screen shot status Path-nya itu sampai bisa tersebar ke seluruh sosial media. Hahahaha.

Sebenernya kasus Dinda ini bisa dilihat dari dua sisi. Dari sisi Dinda, sebagai pengguna KRL yang kursi-oriented, mungkin hal ini dapat dipahami. "Gue udah bela-belain dapet tempat duduk, terus baru sebentar duduk, gue harus ngasih tempat duduk ini ke orang lain? No way. Sia-sia perjuangan gue ngedapetin tempat duduk ini", begitulah kira-kira pemikiran dia dari yang gue tangkap. Orang-orang kursi-oriented ini banyak lho, buktinya ada teman-teman Dinda yang sependapat dan justru pro dengan komentar pedas Dinda. Perlu diketahui, pengguna angkutan umum, terutama angkutan umum semacam kereta dan bis, terdiri atas beberapa tipe. Nah, salah satunya itu ya tipe Dinda dan kawan-kawannya itu, kursi-oriented. Tipe-tipe ini dapat gue identifikasi berdasarkan observasi gue selama bertahun-tahun jadi pengguna setia busway dan sembilan bulan jadi pengguna setia Commuter Line. Wkwkwkwk.

Mungkin nanti, kalau ada waktu, gue akan menulis beberapa tipe pengguna KRL dari kacamata gue. Muahahaha, ini seru sekali bung. Iya, ngomongin tipe-tipe pengguna KRL itu seru. Tapi nanti aja deh ya. Sekarang gue mau komentar dulu soal kasus Dinda ini.

Nah, itu tadi dari sisi Dinda. Kalau dari sisi ibu hamil, ya ini tidak bisa dipahami. Wong kita memang jadi prioritas di antara ratusan pengguna KRL ini. Lagian, keberadaban manusia masih ada kan di Jakarta?!!!!

Kita harus melihat sesuatu dari berbagai sisi. Nggak boleh egois. Manusia diciptakan dengan akal dan perasaan pasti ada tujuannya. Jadi, buat mbak Dinda dan Dinda-Dinda lainnya, please perdalam lagi rasa empatinya. Semua manusia diberi kemampuan berempati kok. Tinggal bagaimana kita mengasah kemampuan itu.

Semoga kasus ini bisa membuka mata, hati, dan telinga para kursi-oriented yang ada di Jakarta, atau bahkan di Indonesia. Karena, gue akui, orang-orang dengan kursi-oriented itu BANYAK. Ini berdasarkan pengalaman gue sendiri sebagai pengguna setia busway, patas AC, dan KRL. Gue kadang suka sebel ngeliat orang-orang cuek ngeliat nenek-nenek atau kakek-kakek berdiri, nggak dapet tempat duduk. Kejadian seperti ini sering terjadi. SERING, gue ulangi. Aduh, di mana sih hati orang-orang Jakarta ini? Saking sibuk ngasah otak buat cari duit, hatinya udah nggak diasah lagi?

Gue sendiri suka heran. Apa sih yang ada di pikiran mereka? Di mana kemampuan berempatinya?

Pernah ada suatu kejadian di Commuter Line yang bikin gue kesel sejadi-jadinya. Jadi, waktu itu, berjarak 1 km dari gue ada seorang nenek-nenek yang nggak kebagian tempat duduk. Awalnya gue ngediemin aja, karena tuh nenek-nenek jauh jaraknya dari gue. Seharusnya yang ada di deket dia dong, yang ngasih tempat duduk? Tapi, gue tunggu lima menit, tuh nenek-nenek masih aja berdiri. Nggak ada satu pun yang ngasih tempat duduk. Gue gemes sendiri ngeliatnya. HELLO, WHAT ARE YOU THINKING KURSI-ORIENTED PEOPLE?

Abis itu gue berdiri, gue langsung lari mendekati nenek itu (biar orang-orang tahu tempat duduk yang gue tinggalin itu buat nenek ini), terus gue colek nenek itu, "Bu, duduk di sini,", sambil menunjuk tempat duduk gue. Eh, pas gue nengok ke tempat duduk gue, MBAK-MBAK NGEDUDUKIN TEMPAT DUDUK ITU!!!!!!!! !#$%&@(*(). SAKIT HATI. Dafuq. "Lo liat nggak woy ada nenek-nenek yang daritadi berdiri dicuekin!!!!!!". Astaghfirulloh, kesel banget gue ngeliatnya. Gue nggak rela ya berdiri cuma demi ngasih duduk ke mbak-mbak itu. Lebih ngeselin lagi, orang-orang nggak ada yang memperingatkan mbak itu. Gue kan jadi merasa bersalah, gara-gara PHP sama neneknya. Alhamdulillah, nggak lama setelah kejadian itu, ada orang yang memang pengen turun sehingga nenek itu akhirnya mendapatkan tempat duduk. Still, walaupun tuh nenek akhirnya duduk, tetep aja gue jadi kesel gara-gara tempat duduk yang gue kasih bukan diduduki oleh orang yang lebih berhak dari gue. Mukanya nggak ada merasa bersalah sama sekali lagi. Hhhhhh, gue masih emosi sendiri kalau nginget-nginget itu lagi.

Ini baru satu kejadian dari sekian kejadian menyayangkan yang gue alami. Tapi yang barusan gue ceritain itu yang paling bikin gue kesel sendiri. Ya, sebenernya nggak semua pengguna KRL keras hati juga. Ada ajaaa pengguna yang bikin hati gue adem sendiri ngeliatnya. Tapi kalau gue perhatikan ya, pengguna KRL lebih kejam dari pengguna busway. Mungkin karena jarak tempuh KRL lebih panjang kali ya daripada busway.

Pernah suatu ketika, pas gue naik busway di Kuningan, gue dikasih tempat duduk sama cowok. Did I look that old? HAHAHAHA. Jadi waktu itu ceritanya gue naik di bagian belakang busway (yang laki-laki dan perempuan digabung itu), terus dari semua yang berdiri, gue doang yang cewek. Dan ternyata masih ada mas-mas yang malu sendiri ngeliat cewek berdiri, sedangkan dia duduk. Ya ampun, alhamdulillah ternyata orang-orang seperti itu masih ada di Jakarta.

Sekali lagi, semoga kasus Dinda ini menyadarkan para kursi-oriented yang ada di Jakarta. Sebenernya semua orang punya sisi kursi-oriented. Gue sendiri sebenernya ada sisi kursi-oriented nya juga. Siapa sih, yang nggak mau kebagian tempat duduk di kereta? Tapi, pintarlah-pintarlah dalam mengelola emosi. Kita dikasih hati supaya bisa memiliki kemampuan berempati. Sudah diberi kemampuan berlebih dibanding mahkluk lain, masa' nggak digunakan dengan baik?

Dear Jakartans, cuma mau pesen, jangan cuma otak doang yang diasah, hati juga. #selfreminderjuga



No comments:

Post a Comment